🌒 Nelayan Di Pesisir Pantai Sumatera Barat Menghadapi Musim Paceklik

Nelayandi pesisir selatan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah berharap musim paceklik segera berakhir - Jateng - Okezone News Penelitianyang dilakukan di wilayah pesisir pantai Sulawesi Selatan bertujuan untuk menghitung besarnya perbedaan pendapatan usaha tangkap nelayan dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhinya. MenurutBudi, nelayan tidak berani melaut melebihi radius 2 mil dari bibir pantai, karena gelombang air laut mencapai 5-7 meter. Dan diperparah lagi dengan angin kencang dan curah hujan tinggi. Oleh sebab itu, nelayan di pantai Tamban dan Sendangbiru lebih memilih berhenti melaut dan beralih pekerjaan menjadi buruh tani. Nelayanbagan di Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan, akhir-akhir ini menghadapi musim paceklik, karena hasil tangkapannya terus berkurang. "Seperti Top News; Terkini; Sumatera Utara; Yogyakarta; Nasional. Samarinda beralih ke zona kuning COVID-19. Senin, 23 Mei 2022 1:43. SekolahMenengah Atas terjawab Nelayan di pesisir pantai Sumatera Barat menghadapi musim paceklik. Keadaan ini berlangsung selama dua minggu disebabkan bulan terang dan gelombang laut tinggi. Akibatnya, produksi ikan hasil tangkapan menurun. Jenis teks eksposisi tersebut adalah * A. Proses B. Definisi C. Perbandingan D. Sebab-akibat 1 21 Bacalah secara cermat! Nelayan di pesisir pantai Sumatra Barat menghadapi musim paceklik. Keadaan ini berlangsung selama dua minggu disebabkan bulan terang dan gelombang laut tinggi. Akibatnya, produksi ikan hasil tangkapan menurun. Jenis teks eksposisi tersebut adalah a definisi C klasifikas b perbandingan sebab-akibat 22. Sebagianbesar nelayan di Pantai Jayanti Kecamatan Cidaun, Cianjur, Jawa Barat, terpaksa berhenti melaut dan menganggur karena paceklik ikan dan larangan Alokasisemacam dana sosial ini siap digelontorkan guna mengatasi paceklik nelayan, akibat musim barat.'Sejak dihapus pada tahun 2008, pemerintah tak memiliki anggaran lagi untuk membantu nelayan dalam menghadapi masa paceklik nelayan ini,' ujar Riyono yang dikonfirmasi, Sabtu (7/1).Penghapusan ini, lanjutnya, juga berdampak pada keuangan di Nelayan di Kabupaten Garut, Jawa Barat, mengalami paceklik ikan akibat musim hujan melanda wilayah Garut selama dua tahun P3bbEY. Jakarta ANTARA - Pengamat perikanan dan Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim menyatakan guna mengatasi permasalahan musim paceklik ikan yang kerap terjadi pada awal tahun, maka beragam bantuan seperti bantuan langsung tunai BLT perlu diberikan kepada nelayan kecil. "Menteri Kelautan dan Perikanan baru perlu keluar kantor dan menyalurkan bantuan sembako dan uang tunai selama tiga bulan untuk para nelayan," kata Abdul Halim, di Jakarta, Senin. Seperti diketahui, musim paceklik atau musim angin barat biasa terjadi pada periode awal Desember hingga pertengahan Februari setiap tahunnya. Dengan kondisi cuaca yang tidak bersahabat yang mewarnai musim paceklik, Abdul Halim menegaskan nelayan kecil dan anggota keluarganya harus terus dibantu agar dapat tetap bisa menyambung hidup tanpa terjebak ke dalam sejumlah kesukaran seperti berutang ke berbagai pihak. "Terlebih lagi situasi pandemi yang mendorong nelayan untuk terus melaut agar bisa makan sehari-hari," katanya. Ia mengingatkan bahwa di tengah cuaca yang tidak bersahabat, maka bila ada nelayan yang tetap memaksakan melaut untuk menghidupi kehidupan sehari-hari, maka berpotensi untuk terjadi sejumlah peristiwa seperti kecelakaan di tengah laut. Sebagaimana diwartakan, pemerintah dinilai perlu untuk meningkatkan pengawasan terhadap keselamatan kapal nelayan karena selama beberapa waktu terakhir masih kerap terjadi sejumlah kecelakaan yang dialami oleh kapal ikan dan perahu nelayan. "Dalam kurun waktu 1 Desember 2020-10 Januari 2021, terdapat 13 kali insiden kecelakaan yang dialami oleh perahu nelayan dan kapal perikanan di perairan Indonesia," kata Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch DFW Indonesia, Moh Abdi Suhufan. Menurut dia, kehidupan nelayan Indonesia sangat rentan terhadap kecelakaan kerja ketika melakukan operasi penangkapan ikan. Untuk itu, Abdi menyatakan bahwa pemerintah perlu meningkatkan pengawasan, pemberian informasi dini, melengkapi alat keselamatan kerja di kapal dan memastikan nelayan dan awak kapal perikanan ikut serta dalam program asuransi nelayan. "Dari 13 insiden tersebut, kami mencatat 48 orang korban dengan rincian 28 hilang, 3 meninggal dan 17 selamat," kata Abdi. Ia mencontohkan, insiden terbaru adalah kecelakaan yang terjadi pada kapal ikan KMN Berkah Abadi yang bertabrakan dengan kapal tanker di perairan Jepara, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu. Akibat insiden tersebut, 12 awak kapal perikanan KMN Berkah Abadi hilang dan belum ditemukan. Faktor utama penyebab kecelakaan yang dialami oleh kapal nelayan, masih menurut dia, adalah karena cuaca ekstrim seperti gelombang tinggi yang menyebabkan kapal terbalik, tabrakan dengan kapal besar, kerusakan mesin dan terbawa arus. "Saat ini musim barat yang ditandai dengan cuaca ekstrim seperti gelombang tinggi, nelayan mesti meningkatkan kewaspadaan dan mengikuti informasi cuaca oleh BMKG," kata Abdi. Dia menyarankan kepada nelayan untuk mematuhi anjuran atau imbauan otoritas pelabuhan dan tidak memaksakan diri melaut jika kondisi cuaca tidak mendukung. Sebelumnya, Dirjen Perikanan Tangkap KKP M Zaini menyatakan, terkait kecelakaan laut di perairan Jepara, pihaknya mengupayakan pemenuhan hak awak kapal perikanan KMN Berkah Abadi yang berupa jaminan kecelakaan kerja untuk dua orang awak kapal perikanan yang dilaporkan selamat dan santunan jaminan kematian untuk keluarga awak kapal perikanan yang dilaporkan meninggal M Razi RahmanEditor Adi Lazuardi COPYRIGHT © ANTARA 2021 SEBANYAK 2300 nelayan di tempat pelelangan ikan TPI Ciparage, Kecamatan Tempuran, Karawang, Jawa Barat, sudah dua bulan ini menghadapi musim paceklik. Hasil tangkapan menurun karena cuaca di perairan cukup ekstrem. Gelombang laut setinggi 3 meter dan angin bertiup kencang di sepanjang laut pantai utara. Ketua TPI Ciparage, Budianto mengakui hasil tangkapan cukup drastis. "Pendapatan menurun karena tangkapan menurun dari 10 hingga 15 ton per hari, kini hanya 100 kg. Hasil pendapatan TPI pada cuaca normal berkisar Rp250 juta, tapi kini turun menjadi Rp20 juta," kata Ketua TPI Budianto, Senin 22/2. Sejumlah nelayan pun mengaku dalam sekali melaut dapat menghasilkan berkuintal ikan tangkapan. Gelombang tinggi dan cuaca buruk menyebabkan nelayan hanya membawa ikan sebanyak 5 kg. "Kami tidak punya uang lagi untuk membeli beras. Hasil tangkapan nihil," ujar nelayan. Dari pengakuan Kepala Desa Ciparage, Kabun, dari 2300 nelayan yang terdaftar hanya 230 nelayan yang memiliki kapal. Kabun menambahkan pihaknya sudah memberikan bantuan beras untuk mengatasi paceklik yang melanda para nelayan. Bantuan beras dibagi menjadi tiga kelompok. Untuk bantuan beras 70 kg untuk perahu besar, 50 kg untuk perahu sedang, dan 20 kg untuk perahu kecil. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan DKP Karawang, Hendro Subroto telah meminta setiap TPI untuk segera menyalurkan uang dana paceklik kepada para nelayan sebab saat ini ribuan nelayan tidak melaut karena cuaca buruk. "Uangnya ada di TPI sesuai dengan komitmen iuran para nelayan. Imbauan ini pun telah kita berikan kepada para TPI setempat," tegasnya. Namun, sejauh ini dari sembilanTPI yang ada, DKP Karawang baru menerima laporan dari TPI Ciparage yang mengalami paceklik. "Bahkan mereka TPI Ciparage melaporkan telah menggelontorkan 11 ton beras sebagai dana paceklik untuk dibagikan kepada para nelayan," pungkasnya. Puncak musim hujan Gelombang laut tinggi juga melanda perairan Cirebon. Saat ini gelombang laut mencapai 3 meter. Nelayan di Indramayu dan Cirebon diimbau untuk selalu waspada saat melaut. Prakirawan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika BMKG Stasiun Jatiwangi, Kabupaten Majalengka, Ahmad Faa Iziyn menjelaskan kecepatan angin mencapai 5 hingga 35 km per jam. Padahal, normalnya kecepatan angin hanya 5 hingga 20 km per jam. Khususnya utara Cirebon dan Indramayu, angin akan lebih kencang. Angin kencang menyebabkan gelombang laut tinggi. "Ketinggian gelombang laut di perairan Cirebon hanya 1 meter. Tapi saat ini mencapai 3 meter," kata Faiz. Dari hasil pantauan cuaca, saat ini tengah memasuki puncak musim hujan. Intensitas hujan maupun tiupan angin di Cirebon meningkat. Tingginya curah hujan salah satunya ditandai dengan terjadinya hujan lebah dalam durasi singkat dan disertai angin kencang di semua wilayah Pulau Jawa, khususnya Cirebon. Adapun puncak musim hujan diprakirakan berlangsung sampai akhir Februari, sedangkan pada Maret, menurut Faiz, masih ada hujan tapi intensitasnya mulai berkurang. UL/N-4 Jakarta ANTARA - Fenomena musim paceklik ikan atau biasa disebut musim angin barat sebenarnya adalah kejadian tahunan yang kerap diketahui banyak orang khususnya di kawasan pesisir. Pada periode yang biasanya terjadi dari awal Desember hingga pertengahan Februari, cuaca biasanya sangat buruk serta ombak sangat bergelombang dan tinggi. Akibatnya, kondisi itu juga berbahaya bagi nelayan yang ingin melaut untuk menangkap ikan guna menghidupi kehidupan sehari-hari mereka dan anggota keluarganya. Hal tersebut juga mengakibatkan tangkapan ikan juga biasanya menjadi merosot, sehingga nama dari fenomena tersebut disebut dengan sebutan musim paceklik ikan. Pada saat-saat seperti itu, biasanya nelayan akan mengisi waktu mereka antara lain dengan memperbaiki alat tangkap maupun kondisi perahu mereka. Ada pula nelayan yang kerja serabutan dalam rangka memenuhi kebutuhan keluarga karena pendapatan dari melaut nyaris tidak ada. Apalagi, biasanya kantor BMKG di berbagai daerah juga kerap menyuarakan peringatan dan mengimbau agar nelayan berhati-hati serta waspada terhadap kemungkinan terjadinya gelombang tinggi di laut. Dengan tidak adanya pendapatan dari melaut, maka tentu saja fenomena itu sangat berpengaruh kepada kondisi nelayan kecil dan anggota keluarganya, yang kerap bergantung kepada hasil sehari-hari dari menangkap ikan. Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim menyarankan dalam rangka mengatasi dampak musim paceklik ikan, perlu diberikan skema bantuan seperti Bantuan Langsung Tunai BLT kepada nelayan kecil dan anggota mereka. Bantuan seperti itu dinilai sangatlah berarti untuk membantu mengangkat beban nelayan dan anggota keluarganya. Diperparah pandemi Dampak paceklik ikan kepada tingkat kesejahteraan kalangan masyarakat pesisir itu juga diperparah dengan kondisi pandemi COVID-19 yang masih menerpa. Pandemi juga menyebabkan beban menjadi berganda bagi nelayan kecil, yaitu selain tidak bisa melaut, juga merasa cemas dengan kondisi kesehatan saat wabah. Efek dari pandemi yang masih merajalela di bumi Nusantara itu juga sedikit banyak berdampak kepada tingkat perekonomian warga, termasuk nelayan kecil. Dengan terhimpit beban ekonomi itu, masih ada nelayan yang terpaksa untuk tetap melaut guna mencari sesuap nasi bagi anggota keluarga mereka. Akibat dari melaut dengan cuaca yang tidak bersahabat dan bergelombang tinggi, maka potensi terjadi kecelakaan juga sangatlah tinggi. Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch DFW Indonesia Moh Abdi Suhufan mengingatkan bahwa dalam kurun waktu 1 Desember 2020-10 Januari 2021, pihaknya menemukan ada hingga sebanyak 13 kali insiden kecelakaan yang dialami oleh perahu nelayan dan kapal perikanan di perairan Indonesia. Dari jumlah tersebut, ditemukan bahwa tercatat sebanyak 48 orang menjadi korban dengan rincian 28 orang hilang, tiga orang meninggal, dan 17 orang selamat. Berbagai tragedi kecelakaan itu utamanya terjadi karena cuaca ekstrim seperti gelombang tinggi yang menyebabkan kapal terbalik, tabrakan dengan kapal besar, kerusakan mesin dan terbawa arus. Dengan banyaknya kasus kecelakaan yang terjadi, maka nelayan juga diharapkan dapat betul-betul mematuhi imbauan otoritas pelabuhan serta tidak memaksakan diri untuk melaut bila cuaca tidak mendukung. Terkait kepada kasus kecelakaan yang menimpa nelayan, Kementerian Kelautan dan Perikanan juga menyatakan telah mengupayakan pemenuhan hak awak kapal perikanan baik berupa jaminan kecelakaan kerja bagi mereka yang selamat, dan santunan jaminan kematian untuk keluarga awak kapal perikanan yang dilaporkan meninggal dunia. Asuransi wajib Plt Dirjen Perikanan Tangkap KKP M Zaini juga mengingatkan bahwa asuransi wajib dimiliki oleh awak kapal perikanan yang merupakan tanggung jawab dari perusahaan perikanan/pemilik kapal perikanan. Hal tersebut juga tertuang dalam perjanjian kerja laut antara awak kapal perikanan dengan pemilik kapal perikanan atau perusahaan perikanan. Seperti diketahui, perjanjian kerja laut menjadi salah satu syarat kapal perikanan dapat melakukan aktivitas penangkapan ikan. Sebelum kapal meninggalkan pelabuhan perikanan, Syahbandar perikanan akan melakukan pengecekan ulang seluruh dokumen kapal termasuk perjanjian kerja laut. Penerapan perjanjian perjanjian kerja laut bagi awak kapal perikanan itu juga merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk pelaksanaan sistem hak asasi manusia pada usaha perikanan, khususnya usaha perikanan tangkap. Tujuan dari hal tersebut agar awak kapal perikanan mendapatkan kesejahteraan serta jaminan sosial berupa jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua, dan jaminan pensiun. KKP juga menyatakan tegas akan terus mengawal penerapan dari berbagai ketetapan tersebut dan mendorong perusahaan perikanan menerapkannya sebagai upaya meningkatkan taraf hidup awak kapal perikanan. Peneliti DFW Indonesia Muh Arifuddin juga menginginkan pemerintah dapat meningkatkan pengawasan kepada kapal nelayan dan kapal perikanan yang akan melaut. Pengawasan itu dapat dilakukan antara lain dengan gencar melakukan inspeksi dalam rangka memeriksa aspek keselamatan dan kesehatan kerja. Berbagai alat yang harus dipastikan terdapat dalam kapal ikan antara lain adalah pelampung hingga radio komunikasi. Dengan adanya radio komunikasi, maka identitas kapal akan dapat diketahui sehingga bisa memudahkan upaya penyelamatan di laut bila sewaktu-waktu terjadi kecelakaan saat melaut. Apalagi, biasanya di sejumlah lokasi ada pihak penjaga pantai yang kerap memantau situasi di laut selama 24 jam sehari melalui kanal saluran radio. Sedangkan bila hanya mengandalkan telepon seluler maka berpotensi tidak bisa dimanfaatkan bila karena jangkauan sinyal seluler cenderung relatif pendek, serta bila tidak ada sinyal maka dapat dipastikan kehilangan kontak pula. Selain itu, pemerintah juga dinilai perlu melakukan program pelatihan dan simulasi kepada nelayan dan awak kapal perikanan jika menghadapi kecelakaan di tengah laut. Dengan benar-benar mengantisipasi berbagai aspek tersebut, maka diharapkan juga bisa meminimalkan jumlah korban karena kecelakaan saat melaut, serta mengatasi dampak lainnya musim paceklik ikan kepada kalangan nelayan kecil.

nelayan di pesisir pantai sumatera barat menghadapi musim paceklik